
dutainfo.com: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Morowali, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), terkait konflik antara PT Mega Nur dan PT Anugrah Tambang Industri (ATI), pada Senin (10/1/2022).
Rapat dengar pendapat ini dipimpin langsung Ketua DPRD Morowali Kuswandi turut mendampingi Wakil Ketua II DPRD Morowali Asgar Ali, serta dihadiri Ketua Komisi III DPRD Morowali Herdianto Marzuki dan anggota DPRD Morowali lainya.
Selain itu, tampak hadir Camat Bungku Pesisir Sudarmin Moonai, S.E, M.Si, Staf Kantro Cabang ESDM Elfi, Kades Sambalagi Amirudin, Ketua BPD Sambalagi Taufik, Direktur Utama PT. Mega Nur, Firmansyah, Manager Site PT. ATI Agus, Abdul Azis dan Ahmad selaku perwakilan masyarakat desa sambalagi.
Ketua DPRD Morowali disela-sela pertemuan tersebut mengatakan, bahwa sebelumnya DPRD Morowali sudah melakukan peninjauan lapangan guna menindak lanjuti laporan pengaduan yang disampaikan kepada lembaga wakil rakyat itu. Data dan dokumen yang kami peroleh soal PT. ATI sudah cukup banyak, hanya saja mengenai dokumen PT. Mega Nur memang masih minim.
“Untuk itu, melalui pertemuan ini kami meminta agar pihak perusahaan PT. Mega Nur dapat menyerahkan data atau dokumen pendukung untuk dibahas bersama lewat forum ini. Kami persilahkan pula kepada Direktur Utama PT. Mega Nur untuk memberikan pernyataan sikap terkait permasalah yang terjadi,” kata Kuswandi.
Menyikapi pernyataan Ketua DPRD Morowali, Firmansyah selaku Direktur Utama PT. Mega Nur menyatakan kesiapannya untuk menyerahkan dokumen yang dibutuhkan. Termasuk soal dokumen pembebasan lahan diwilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Mega Nur dengan cara pembayaran dilakukan setiap pengapalan sebesar Rp. 50 juta, sehingga terbitnya sertifikat CnC (Clear and Clean) pada tahun 2011.
“Terkait Jetty dibangun oleh PT. Mega Nur, namun awalnya dari stockfile dengan luasan lahan 3 Ha milik pribadi bapak Kasmin (Mantan Kades Sambalagi) dengan perjanjian sewa sampai PT. Mega Nur tutup, dengan besaran pembayaran Rp. 4.000,-/metrik ton setiap pengapalan,” ungkap Direkur Utama PT. Mega Nur, Firmansyah.
Firman mengakui, jika dalam perjalanan PT. Mega Nur, sempat beberapa kali tidak beraktifitas secara fisik, namun laporan administrasi tetap aktif. Hal ini dibuktikan dengan sampai saat ini IUP PT. Mega Nur masih terdaftar di Minerba Satu Data.
“Kami tidak melakukan aktivitas pada Tahun 2017 namun pada tahun 2018 dan 2019 tetap melakukan aktivitas namun sebatas operasi dan Tahun 2020 tidak melakukan aktivitas karena perubahan manajemen,” terangnya.
Direktur Utama PT. Mega Nur menambahkan, pihaknya terbuka dan membuka ruang untuk diskusi atau kerjasama antara perusahaan. Ia pun meminta agar urusan perusahaan tidak melibatkan masyarakat, karena pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban karena provokasi oleh salah satu pihak.
“Perlu kami sampaikan, ada 4 poin yang dilakukan oleh PT. ATI yang tidak meminta izin kepada PT. Mega Nur. Pertama, PT. ATI membangun Mess, penambangan, pembangunan Jetty, menghalangi aktivitas perusahaan PT. Mega Nur diwilayah IUP PT. Mega Nur itu sendiri,” bebernya.
Kades Sambalagi, Amirudin dalam kesempatan yang sama menyatakan, masyarakat menginginkan adanya aktivitas investasi di Desa Sambalagi, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. “Masyarakat berpikir untuk menyerahkan lahan ke PT. ATI karena Pada Tahun 2017 PT. Mega Nur tidak beroperasi. Sehingga masyarakat lebih mendukung PT. ATI,” terangnya.
Sementara itu, Manager Site PT. ATI, Agus lewat forum itu menyebutkan, bahwa PT. ATI mengantongi Izin kawasan industry seluas 1.363 ha dan tidak tumpang tindi atau berada diluar IUP PT. Mega Nur yang seluas 200 Ha, sebagai mana penyampaian perwakilan Cabang Dinas ESDM wilayah Provinsi Sulteng. “Kami berharap kehadiran kami disini untuk solusi. Kami juga baru mengetahui bahwa telah terjadi pembebasan lahan oleh PT. Mega Nur sehingga kami berharap dapat diberikan data tersebut,” tuturnya.
Setelah diberikan kesempatan kepada masing-masing pihak menyampaikan pernyataan, RDP diakhir dengan kesimpulan, akan menjadwalkan kembali pada minggu pertama bulan februari untuk agenda mediasi lanjutan.
“Hal ini karena RDP tidak dihadiri oleh pihak Pemda Morowali sehingga RDP berlangsung hanya meminta informasi dari kedua pihak perusahaan PT. ATI dan PT. Mega Nur. Sembari menunggu proses mediasi lanjutan, kegiatan atau aktivitas kedua belah pihak perusahaan harus berjalan, tanpa adanya penghalangan,” pungkas Kuswandi selaku pimpinan sidang. (**)